Ketuhanan dalam Pemikiran Soekarno III:
Pancasila - Trisila - Ekasila
“Ketuhanan” Dalam Pemikiran Soekarno
Beberapa catatan tentang Ketuhanan dalam Pidato Lahir Pancasila 1 Juni 1945
Oleh:
Paulus Londo
Disampaikan pada:
Diskusi Bulanan "Revitalisasi Pemikiran Soekarno, Pancasila - Sila I: Ketuhanan YME"
Sebagai formulasi empiris yang disampaikan secara spontan, tampaknya Soekarno tidak terlalu memperdulikan kemasan, sebab bagi dia yang penting kandungan isi yang terdapat di dalamnya. Karena itu itu, selain ia menawarkannya sebagai Pancasila, ia juga menawarkan formulasi yang lebih esensial yakni Trisila, yakni:
Sosio Nasionalisme
Sosio Demokrasi
Ketuhanan Yang Maha Esa
Dalam bentuk yang lebih esensial lagi, Soekarno menawarkan Ekasila yakni: Gotong Royong.
Nasionalisme sosial yang didalamnya mengandung prinsip kebangsaan dan perikemanusiaan, yang menegaskan pentingnya hubungan antara bangsa atas dasar kemerdekaan dan keadilan sesungguhnya memiliki makna tauhid. Begitu pula Demokrasi sosial yang menegaskan tegaknya keadilan sosial sebagai prasyarat terciptanya kesejahteraan sosial juga memiliki basis keimanan karena semua itu dapat ditemukan di dalam ajaran agama-agama.
Sedangkan gotong royong, perikehidupan hidup tolong menolong dalam tradisi masyarakat Indonesia, tidak hanya merupakan wujud keterikatan sosial antar satu dengan yang lain, tapi lebih dari itu memiliki makna religius spiritual yang dipandang sakral.
Nilai-nilai yang terkandung di dalam perikehidupan bangsa Indonesia yang oleh Soekarno diformulasikan baik dalam Pancasila, Trisila dan Ekasila, sesungguhnya dapat ditemukan di dalam pesan-pesan agama yang hidup subur di Indonesia. Karena itu, saat mengenalkan Pancasila kepada dunia, Presiden Soekarno saat berpidato di depan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mengutip surat Al Hujarat ayat 13 yang berbunyi “Wahai manusia sesungguhnya aku menjadikan kamu dari seorang lelaki dan seorang perempuan, agar kamu hidup bersuku-suku dan berbangsa-bangsa, dan kamu sekalian dapat mengenal satu sama lain, tapi ketahuilah yang mulia diantara kamu sekalian ialah yang bertaqwa kepadaKu.”
Begitu pula, pada kesempatan yang berbeda, ia kerap mengutip ayat-ayat Injil tentang Hukum Kasih, atau menjelaskan makna “Tat Twam Asi” yang terdapat di dalam kitab agama Hindu “Uphanisad Chandogya, bahkan pada saat menerima gelar Doctor (HC) di bidang ilmu Tauhid dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, Soekarno mengutip beberapa kalimat dari serat Bhagavat Gita dari umat Hindu.
Beberapa catatan tentang Ketuhanan dalam Pidato Lahir Pancasila 1 Juni 1945
Oleh:
Paulus Londo
Disampaikan pada:
Diskusi Bulanan "Revitalisasi Pemikiran Soekarno, Pancasila - Sila I: Ketuhanan YME"
Sebagai formulasi empiris yang disampaikan secara spontan, tampaknya Soekarno tidak terlalu memperdulikan kemasan, sebab bagi dia yang penting kandungan isi yang terdapat di dalamnya. Karena itu itu, selain ia menawarkannya sebagai Pancasila, ia juga menawarkan formulasi yang lebih esensial yakni Trisila, yakni:
Sosio Nasionalisme
Sosio Demokrasi
Ketuhanan Yang Maha Esa
Dalam bentuk yang lebih esensial lagi, Soekarno menawarkan Ekasila yakni: Gotong Royong.
Nasionalisme sosial yang didalamnya mengandung prinsip kebangsaan dan perikemanusiaan, yang menegaskan pentingnya hubungan antara bangsa atas dasar kemerdekaan dan keadilan sesungguhnya memiliki makna tauhid. Begitu pula Demokrasi sosial yang menegaskan tegaknya keadilan sosial sebagai prasyarat terciptanya kesejahteraan sosial juga memiliki basis keimanan karena semua itu dapat ditemukan di dalam ajaran agama-agama.
Sedangkan gotong royong, perikehidupan hidup tolong menolong dalam tradisi masyarakat Indonesia, tidak hanya merupakan wujud keterikatan sosial antar satu dengan yang lain, tapi lebih dari itu memiliki makna religius spiritual yang dipandang sakral.
Nilai-nilai yang terkandung di dalam perikehidupan bangsa Indonesia yang oleh Soekarno diformulasikan baik dalam Pancasila, Trisila dan Ekasila, sesungguhnya dapat ditemukan di dalam pesan-pesan agama yang hidup subur di Indonesia. Karena itu, saat mengenalkan Pancasila kepada dunia, Presiden Soekarno saat berpidato di depan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mengutip surat Al Hujarat ayat 13 yang berbunyi “Wahai manusia sesungguhnya aku menjadikan kamu dari seorang lelaki dan seorang perempuan, agar kamu hidup bersuku-suku dan berbangsa-bangsa, dan kamu sekalian dapat mengenal satu sama lain, tapi ketahuilah yang mulia diantara kamu sekalian ialah yang bertaqwa kepadaKu.”
Begitu pula, pada kesempatan yang berbeda, ia kerap mengutip ayat-ayat Injil tentang Hukum Kasih, atau menjelaskan makna “Tat Twam Asi” yang terdapat di dalam kitab agama Hindu “Uphanisad Chandogya, bahkan pada saat menerima gelar Doctor (HC) di bidang ilmu Tauhid dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, Soekarno mengutip beberapa kalimat dari serat Bhagavat Gita dari umat Hindu.