Ketuhanan dalam Pemikiran Soekarno I
Dari Empiris ke Metafisik
“Ketuhanan” Dalam Pemikiran Soekarno
Beberapa catatan tentang Ketuhanan dalam Pidato Lahir Pancasila 1 Juni 1945
Oleh:
Paulus Londo
Disampaikan pada:
Diskusi Bulanan "Revitalisasi Pemikiran Soekarno, Pancasila - Sila I: Ketuhanan YME"
Dalam rangka serial diskusi tentang Pancasila, PP PA GMNI mengingatkan agar yang jadi titik pijakannya adalah Pidato Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 yang kini dikenal sebagai Pidato Lahirnya Pancasila.” Karena itu, dalam mengupas prinsip “Ketuhanan” sebagai Sila –V dalam Pidato 1 Juni 1945, dan kemudian menjadi Sila Pertama dalam tata urutan Pancasila di berbagai dokumen berikutnya, tetap bertitik tolak dari isi pidato Soekarno tersebut. Namun, memahaminya dengan mendalam jelas perlu memahami alur pemikiran Soekarno tentang Ketuhanan, melalui berbagai referensi terutama tulisan dan pidato Soekarno, baik pada masa pra kemerdekaan maupun sesudahnya.
Kendati di masa Orde Baru, pernah ada upaya membangkitkan keraguan terhadap Soekarno sebagai penggali Pancasila, namun tak dapat disangkal bahwa Soekarno adakah sumber pertama dan utama yang memperkenalkan Pancasila bagi bangsa ini, bahkan bagi masyarakat dunia, dan Pidato Ir Soekarno 1 Juni 1945 di depan sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai tanggal 1 Juni 1945 itulah yang jadi rujukan awal yang jadi dasar formulasi tata urutan sila-sila dari Pancasila yang dikenal saat ini.
Memang, urutan uraian tentang sila-sila (prinsip) dari Pancasila dalam pidato 1 Juni 1945, berbeda dengan tata urutan sila-sila sebagaimana tercantum dalam dokumen berikutnya, seperti pada Piagam Jakarta yang dirumuskan oleh Panitia Sembilan, di dalam Pembukaan UUD 1945, mau pun dalam pidato-pidato Soekarno di berbagai kesempatan. Namun semua itu, tidak mengurangi peran Soekarno sebagai “key person” dalam perumusan Pancasila baik sebagai dasar negara maupun sebagai pandangan hidup bangsa. Dengan demikian, untuk dapat memahami Pancasila perlu memahami logika pemikiran Soekarno yang sebagian besar dibangun secara empiris melalui pengalaman sejarah kehidupan bangsa ini.
Tata urutan sila-sila Pancasila yang diucapkan oleh Ir. Soekarno pada 1 Juni 1945 adalah:
Kebangsaaan Indonesia
Internasionalisme – atau Perikemanusiaan
Mufakat – atau Demokrasi
Kesejahteraan Sosial
Ketuhanan
Sedangkan urutan sila-sila hasil Panitia Sembilan yang kemudian dikenal sebagai Piagam Jakarta adalah:
Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya.
Kemanusiaan yang adil dan beradab
Persatuan Indonesia
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Selanjutnya, tata urutan sila-sila Pancasila di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah sebagai berikut:
Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab
Persatuan Indonesia
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Patut dipahami, formulasi dua tata urutan sila-sila dalam Pancasila yang terakhir disusun dengan mengacu kepada Pidato Ir. Soekarno 1 Juni 1945, dan proses formulasi penyusunanan juga melibatkan –bahkan dipimpin—oleh Ir. Soekarno. Bahwa ada perbedaan dalam tata urutan antara susunan pertama dengan yang kedua dan ketiga, itu terjadi karena Pidato 1 Juni 1945 adalah pidato tanpa teks, merupakan curahan hati Soekarno yang disampaikan secara spontan, sesuai dengan situasi dan kondisi pada saat itu. Dalam mengucapkan pidato 1 Juni 1945, Soekarno tidak mementingkan sistematika, melainkan ia lebih mengutamakan pengungkapan realita kehidupan masyarakat yang dirasakannya setiap hari yang sesungguhnya gambaran dari Pancasila itu sendiri.
Karena itu pula, tata urutan sila-sila Pancasila yang diucapkan pada 1 Juni 1945 dapat disebut sebagai formulasi empiris. Sedangkan versi Panitia Sembilan dapat disebut sebagai formulasi filosofis sedangkan di dalam Pembukaan UUD 1945 adalah formulasi yuridis. Pemahaman mendalam nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila baik filosofis maupun yuridis tentu hanya tercapai jika terlebih dahulu memahami fakta empiris yang diungkapkan oleh Soekarno, serta logika pemikiran Soekarno, terutama pada masa pra kemerdekaan.
Beberapa catatan tentang Ketuhanan dalam Pidato Lahir Pancasila 1 Juni 1945
Oleh:
Paulus Londo
Disampaikan pada:
Diskusi Bulanan "Revitalisasi Pemikiran Soekarno, Pancasila - Sila I: Ketuhanan YME"
Dalam rangka serial diskusi tentang Pancasila, PP PA GMNI mengingatkan agar yang jadi titik pijakannya adalah Pidato Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 yang kini dikenal sebagai Pidato Lahirnya Pancasila.” Karena itu, dalam mengupas prinsip “Ketuhanan” sebagai Sila –V dalam Pidato 1 Juni 1945, dan kemudian menjadi Sila Pertama dalam tata urutan Pancasila di berbagai dokumen berikutnya, tetap bertitik tolak dari isi pidato Soekarno tersebut. Namun, memahaminya dengan mendalam jelas perlu memahami alur pemikiran Soekarno tentang Ketuhanan, melalui berbagai referensi terutama tulisan dan pidato Soekarno, baik pada masa pra kemerdekaan maupun sesudahnya.
Kendati di masa Orde Baru, pernah ada upaya membangkitkan keraguan terhadap Soekarno sebagai penggali Pancasila, namun tak dapat disangkal bahwa Soekarno adakah sumber pertama dan utama yang memperkenalkan Pancasila bagi bangsa ini, bahkan bagi masyarakat dunia, dan Pidato Ir Soekarno 1 Juni 1945 di depan sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai tanggal 1 Juni 1945 itulah yang jadi rujukan awal yang jadi dasar formulasi tata urutan sila-sila dari Pancasila yang dikenal saat ini.
Memang, urutan uraian tentang sila-sila (prinsip) dari Pancasila dalam pidato 1 Juni 1945, berbeda dengan tata urutan sila-sila sebagaimana tercantum dalam dokumen berikutnya, seperti pada Piagam Jakarta yang dirumuskan oleh Panitia Sembilan, di dalam Pembukaan UUD 1945, mau pun dalam pidato-pidato Soekarno di berbagai kesempatan. Namun semua itu, tidak mengurangi peran Soekarno sebagai “key person” dalam perumusan Pancasila baik sebagai dasar negara maupun sebagai pandangan hidup bangsa. Dengan demikian, untuk dapat memahami Pancasila perlu memahami logika pemikiran Soekarno yang sebagian besar dibangun secara empiris melalui pengalaman sejarah kehidupan bangsa ini.
Tata urutan sila-sila Pancasila yang diucapkan oleh Ir. Soekarno pada 1 Juni 1945 adalah:
Kebangsaaan Indonesia
Internasionalisme – atau Perikemanusiaan
Mufakat – atau Demokrasi
Kesejahteraan Sosial
Ketuhanan
Sedangkan urutan sila-sila hasil Panitia Sembilan yang kemudian dikenal sebagai Piagam Jakarta adalah:
Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya.
Kemanusiaan yang adil dan beradab
Persatuan Indonesia
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Selanjutnya, tata urutan sila-sila Pancasila di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah sebagai berikut:
Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab
Persatuan Indonesia
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Patut dipahami, formulasi dua tata urutan sila-sila dalam Pancasila yang terakhir disusun dengan mengacu kepada Pidato Ir. Soekarno 1 Juni 1945, dan proses formulasi penyusunanan juga melibatkan –bahkan dipimpin—oleh Ir. Soekarno. Bahwa ada perbedaan dalam tata urutan antara susunan pertama dengan yang kedua dan ketiga, itu terjadi karena Pidato 1 Juni 1945 adalah pidato tanpa teks, merupakan curahan hati Soekarno yang disampaikan secara spontan, sesuai dengan situasi dan kondisi pada saat itu. Dalam mengucapkan pidato 1 Juni 1945, Soekarno tidak mementingkan sistematika, melainkan ia lebih mengutamakan pengungkapan realita kehidupan masyarakat yang dirasakannya setiap hari yang sesungguhnya gambaran dari Pancasila itu sendiri.
Karena itu pula, tata urutan sila-sila Pancasila yang diucapkan pada 1 Juni 1945 dapat disebut sebagai formulasi empiris. Sedangkan versi Panitia Sembilan dapat disebut sebagai formulasi filosofis sedangkan di dalam Pembukaan UUD 1945 adalah formulasi yuridis. Pemahaman mendalam nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila baik filosofis maupun yuridis tentu hanya tercapai jika terlebih dahulu memahami fakta empiris yang diungkapkan oleh Soekarno, serta logika pemikiran Soekarno, terutama pada masa pra kemerdekaan.